Dioxin furan merupakan kelompok zat kimia yang terdiri dari beberapa senyawa yang bersifat toksik. Dioxin furan dapat terbentuk secara alami maupun sintetis, dan merupakan salah satu jenis polutan lingkungan yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.
Dioxin furan dapat terbentuk secara alami dari proses pembakaran yang tidak sempurna, seperti pembakaran sampah, kayu, dan batubara. Selain itu, dioxin furan juga dapat terbentuk secara sintetis melalui proses produksi zat-zat kimia, seperti pembuatan pestisida, herbisida, dan obat-obatan.
Dioxin furan memiliki sifat toksik yang sangat tinggi, dan dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan yang serius. Dioxin furan dapat menyebabkan gangguan sistem endokrin, yang dapat menyebabkan kelainan pada sistem reproduksi, pertumbuhan, dan metabolisme. Dioxin furan dapat menyebabkan gangguan pada reproduksi dan pertumbuhan sel sperma pada pria, serta dapat menyebabkan masalah pada siklus menstruasi pada wanita. Selain itu, dioxin furan juga dapat menyebabkan masalah pada kehamilan, seperti keguguran dan cacat lahir.
Dioxin furan juga dapat memiliki efek buruk pada sistem hormonal dan sistem kekebalan tubuh manusia. Zat ini dapat menyebabkan gangguan pada produksi hormon, seperti testosterone dan estrogen, yang dapat menyebabkan masalah pada pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. Dioxin furan juga dapat menyebabkan kerusakan pada sel-sel kekebalan tubuh, sehingga dapat meningkatkan risiko terkena penyakit infeksi.
Dioxin Furan termasuk kedalam Persistent Organic Pollutants dan karenanya diatur dalam Konvensi Stockholm. Konvensi Stockholm mengatur mengenai Dioxin Furan berikut penghapusan dan pencegahan lepasan Dioxin Furan dalam proses-proses industri. Dalam Konvensi Stockholm, dioxin furan dikenal sebagai "dioxin and dioxin-like compounds". Tetrachlorodibenzo-p-dioxin (TCDD) dikenal sebagai jenis dioxin yang paling beracun. Dioxin-like compounds termasuk senyawa kimia yang memiliki struktur yang mirip dengan dioxin dan memiliki efek yang sama dengan dioxin, seperti PCB (polychlorinated biphenyls) dan PBB (polybrominated biphenyls).
Salah satu pasal yang mengatur tentang dioxin dan furan dalam Konvensi Stockholm adalah Pasal 5.
Pasal 5 dalam Konvensi Stockholm Tentang Persistent Organic Pollutants (POPs) membahas tentang tindakan yang harus diambil oleh setiap pihak (negara) untuk mengurangi atau menghilangkan lepasan dari produksi tidak sengaja. Setiap pihak harus setidaknya mengambil tindakan-tindakan berikut untuk mengurangi jumlah total lepasan yang dihasilkan dari sumber antropogenik masing-masing zat kimia yang tercantum dalam Lampiran C, dengan tujuan terus-menerus mengurangi dan, apabila memungkinkan, akhirnya menghilangkan lepasan tersebut: (a) mengembangkan rencana aksi atau, apabila sesuai, rencana aksi regional atau subregional dalam waktu dua tahun setelah tanggal berlakunya Konvensi ini bagi negara tersebut, dan kemudian melaksanakannya sebagai bagian dari rencana pelaksanaannya yang diatur dalam Pasal 7, yang dirancang untuk mengidentifikasi, mengkarakterisasi, dan menangani lepasan zat kimia yang tercantum dalam Lampiran C serta memfasilitasi pelaksanaan subparagraf (b) sampai (e).
Rencana aksi harus mencakup elemen-elemen berikut: (i) evaluasi lepasan saat ini dan yang diproyeksikan, termasuk pengembangan dan pemeliharaan inventori sumber serta estimasi lepasan, dengan memperhatikan kategori sumber yang diidentifikasi dalam Lampiran C; (ii) evaluasi efektivitas hukum dan kebijakan negara terkait pengelolaan lepasan tersebut; (iii) strategi untuk memenuhi kewajiban paragraf ini, dengan memperhatikan evaluasi di (i) dan (ii); (iv) langkah-langkah untuk mempromosikan pendidikan dan pelatihan terkait, serta kesadaran akan strategi-strategi tersebut; (v) tinjauan setiap lima tahun atas strategi-strategi tersebut dan keberhasilan mereka dalam memenuhi kewajiban paragraf ini; tinjauan-tinjauan tersebut harus disertakan dalam laporan yang disampaikan sesuai dengan Pasal 15; (vi) jadwal pelaksanaan rencana aksi, termasuk untuk strategi dan tindakan yang diidentifikasi di dalamnya; (b) mempromosikan penerapan tindakan yang tersedia, dapat dilakukan, dan praktis yang dapat segera mencapai tingkat epasan yang realistis dan bermakna atau penghilangan sumber.
Dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pembakaran sampah di Indonesia dilarang. Pasal 29 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah menyatakan bahwa setiap orang dilarang memasukkan sampah ke dalam wilayah Indonesia, mengimpor sampah, mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan beracun, mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan, membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan, melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat pemrosesan akhir, dan membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah. Ketentuan lebih lanjut mengenai larangan-larangan tersebut diatur dalam peraturan pemerintah untuk larangan pada ayat (1) huruf a, huruf c, dan huruf d, dan diatur dalam peraturan daerah kabupaten/kota untuk larangan pada ayat (1) huruf e, huruf f, dan huruf g. Peraturan daerah kabupaten/kota juga dapat menetapkan sanksi pidana kurungan atau denda terhadap pelanggaran ketentuan larangan tersebut.
Peraturan lain yang relevan di Indonesia adalah Permen P/75. Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.75/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen pengurangan sampah dilakukan melalui pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah. Selain itu, produsen juga wajib melakukan penarikan kembali sampah untuk didaur ulang atau dimanfaatkan kembali, serta menyediakan fasilitas penampungan yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Produsen juga dapat bekerjasama dengan bank sampah, tempat pengolahan sampah, atau pusat daur ulang dalam melakukan pendauran ulang dan pemanfaatan kembali sampah. Selain itu, residu hasil pendauran ulang dan pemanfaatan kembali sampah harus diolah atau diproses secara akhir dengan cara yang sesuai dengan prinsip pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang, dan pemanfaatan kembali. Produsen juga wajib memenuhi persyaratan dokumentasi dan pelaporan yang ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kini, KLHK sudah memiliki laboratorium uji Dioxin Furan. Baru-baru ini, Ecoverse juga telah menjalin Nota Kesepahaman dengan Center for Environmental Toxin and Emerging-Contaminant Research, Taiwan. Nota kesepahaman tersebut mencakup juga kerjasama untuk pengujian kadar dioxin furan pada emisi udara.
Komentar
Posting Komentar